Kehadiran Covid-19 saat ini cukup berisiko bagi mereka yang menyandang penyakit penyerta antara lain diabetes, jantung, paru-paru, ISPA, dll. Tingginya beban sosial ekonomi dan sosio-psikologi, membuat Manggarai menjadi salah satu kabupaten dengan jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang banyak dan eskalasi jumlah angka bunuh diri yang meningkat dari tahun ke tahun.
Dari aspek pendidikan, mutunya belum mumpuni dan kompetitif.
Salah satu sebabnya, anggaraan pendidikan dari alokasi APBD masih jauh dari amanah 20% UU. Data 2018, anggaran pendidikan kita masih 11,6%. Alokasi anggaran ini tentu belum cukup untuk peningkatan kualitas sarana prasana pembelajaran di sekolah, kompetensi dan profesionalitas tenaga pendidikan dan kependidikan.
Kondisi kurang berkualitasnya pendidikan, salah satunya dapat dilihat dari angka putus sekolah yang tinggi. Konstribusi dari angka putus sekolah terhadap tingkat pengangguran di NTT berkisar 60-70%, dan sekitar 80-90% pengangguran berkontribusi pada tingginya tingkat kemiskinan suatu wilayah. Data BPS (2018), angka pengangguran terbuka di Indonesia berjumlah 7 juta jiwa (5,34%). Pengangguran lulusan SD 2,67%; SMP, 5,18%; SMA, 7,19%, SMK, 7,19%, Diploma I-III, 7,92% dan D-IV/S-1, 6,31%.
Ini mestinya menjadi bacaan wajib calon pemimpin, tim sukses dan rakyat Manggarai. Membangun kembali kedaultan Manggarai dalam seluruh sektor kehidupan. Kita butuh pemimpin yg bekerja berbasis data dan punya komitmen yg besar utk perubahan. Dirgahayu RI ke75.