Selain itu, warisan politik balas dendam tahun 2015 masih melekat dalam diri para pendukung; dan jika terulang lagi tentu akan semakin menciptakan segregasi sosial di tengah masyarakat. Kedua, infodemik yang menyebar di media sosial tidak sedikit bernada hasutan, ujaran kebencian, dan sebaran berita kebohongan.
Mencuatnya fenomena infodemik 10 tahun terakhir disebabkan karena minimnya gagasan program dari para bakal calon. Politik gagasan yang menjadi bagian refleksi politik substansial belum cukup menjadi kultur dalam peradaban demokrasi lokal Manggarai. Bila ini kondisi ini dibiarkan, maka kedaulatan politik demokrasi di Manggarai akan kehilangan marwah moralitasnya, dan tidak mungkin bisa berujung pada krisis kepercayaan (distrust) pada masyarakatnya.
Kembali Berdaulat dan Merdeka Membangun
Dengan berbagai tuntutan perkembangan regional, nasional dan global, Manggarai tidak bisa dibangun dengan kekuatan egosektoral dan segelintir manusia (oligarki); juga tidak bisa dibangun di atas fondasi jargon perubahan, tanpa visi, program dan proyeksi yang jelas. Egosektoral, oligarki dan jargonisme kerap menjadi hantu yang menakutkan sekaligus banyak membelenggu ikhtiar pembangunan di daerah.
Ini mestinya menjadi bacaan wajib calon pemimpin, tim sukses dan rakyat Manggarai. Membangun kembali kedaultan Manggarai dalam seluruh sektor kehidupan. Kita butuh pemimpin yg bekerja berbasis data dan punya komitmen yg besar utk perubahan. Dirgahayu RI ke75.