Buat pak Agus, sebagiannya digunakan untuk menutupi biaya kelola sawah, biaya hidup, dan buat makan. Tidak seperti dulu yang masih ada gotong royong, semua tenaga sawah saat ini menggunakan buruh.
Dibayar Rp. 80.000 per hari dengan istrahat 3 kali buat ngopi dan makan, masing-masingnya 30 menit. Buruh memang biaya produksi tetapi saat bersamaan juga kesempatan mendapatkan uang tambahan bagi petani.
Sembari menunggu pendapatan dari jualan padi, mereka bisa mendapatkan uang tunai dengan menjadi buruh tani.
Beruntung pak Agus masih punya pintu pariwisata yang membantu mereka menyediakan pupuk dan membiayai proses adat di Bedugul.
Tetapi di masa pandemi begini, penghasilan dari pariwisata juga ikut layu. Tak pernah kita duga, kekisruhan di Wuhan Tiongkok menjadi resah yang berkepanjangan hingga pelosok kampungnya pak Agus.
Walau demikian, gairah hidupnya tidak pernah pudar. Hidup hari ini selalu lebih baik dari kemarin, ibarat sundutan api rokok untuk kita yang selalu gelisah dengan masa kini.
Optimisme semacam itu semestinya ada pada benak generasi saat ini yang kelimpahan kebebasan dan kesempatan berkreasi.