
Sarkastis Komunikasi di Ruang Publik (Berkaca Pada Dinamika Sidang Paripurna DPRD Sikka)
Dionisius Ngeta (Warga Masyarakat Sikka, Tinggal Di Nangahure Bukit)
Mendiskusikan persoalan masyarakat bersama mitra pemerintah mestinya elegan dan bermartabat bukan dengan cara melukai hati mitra. Parlemen dan pemerintah adalah mitra sejajar. Karena itu saling menghormati dan menjaga marwah masing-masing sebagai lembaga terhormat adalah keniscayaan. Dan tetap mengedapankan kesantunan, kebenaran, fakta, kejujuran, sportivitas dan keadilan adalah mutlak untuk membangun demokrasi yang bermartabat. Itulah basis rapat dan diskusi tentang permasalahan masyarakat. Bukan kebencian, cibir-cibiran, permusuhan, olok-olokan, umpat-umpatan, kejar-mengejar, saling serang, dll. Politisi dan eksekutif mestinya menjadi agen kebudayaan, bukan sekadar menjadi pemburu siapa yang menang dan adu kekuatan yang mengorbankan peradaban, kehormatan dan kebersamaan.
Hemat saya, perilaku dan tutur kata yang dipertontonkan ke ruang publik tersebut sesungguhnya telah menunjukkan betapa rendahnya kesantunan berbahasa dan etika berbahasa sebagai dewan terhormat. Kesantunan berbahasa diperoleh dari belajar berbahasa, sedangkan etika berbahasa bersumber dari “budi pekerti” dan tingkah laku.