“Sada-Peda, Peda-Pani, Peda-Podo” dalam Tradisi Masyarakat Adat Woko Mbamo Kec. Nangaroro Kab. Nagekeo (Sebuah Tinjauan dan Perpektif Sosial Budaya)
Oleh Dionisius Ngeta, S. Fil (Putera Woko Mbamo Nangaroro Nagekeo)
Perbuatan tak bermoral itu juga termasuk kelompok perbuatan dengan sebutan “sada re’e-deko raki”. Apa makna filosofis dari ungkapan simbolis: “Sada re’e-deko raki”.
Pertama, “Sada re’e” artinya perbuatan dengan tingkat kesalahan paling busuk (re’e: buruk, hancur, busuk berbau, tidak bisa dimanfaatkan) dan paling dahyat bau amisnya. Karena itu tidak bisa ditutup-tutupi. Berjuang dan berusaha menutupinya sama dengan menyimpan bom waktu yang kapan saja bisa meledak. “Ngawu re’e- roko tado”, menyembunyiKAN barang busuk adalah kesia-siaan, demikian kata bijak mereka.
Karena betapa betapa busuknya perbuatan itu, maka berita tentangnya akan dengan cepat menyebar. Cibiran dan lontaran kata-kata sinis dan sindir pun akan dialami sebagai akibat dari betapa busuknya perbuatan itu (sada-re’e). Para pelaku dengan sendirinya merasa malu dan menepi dari kebersamaan bahkan bisa mungkin mereka keluar dari keluarga dan komunitas masyarakat setempat karena malu dan merasa dikucilkan.
Kedua, “deko-raki” adalah ungkapan yang menegaskan bahwa “sada peda”, perbuatan tak bermoral itu adalah kesalahan (deko) atau noda dosa (raki) yang tidak mudah dihapuskan, tidak mudah dimaafkan atau diampuni oleh pihak-pihak yang merasa dikorbankan.