“Sada-Peda, Peda-Pani, Peda-Podo” dalam Tradisi Masyarakat Adat Woko Mbamo Kec. Nangaroro Kab. Nagekeo (Sebuah Tinjauan dan Perpektif Sosial Budaya)
Oleh Dionisius Ngeta, S. Fil (Putera Woko Mbamo Nangaroro Nagekeo)
Karena itu “Sada-Peda” merupakan ungkapan paralelisme simbolik masyarakat adat Woko Mbamo atau masyarakat Nagekeo pada umumnya untuk kesalahan dari suatu perbuatan atau perilaku tidak bermoral (imoral) yaitu menjalin relasi terlarang sebagaimana suami isteri.
Masyarakat adat Woko Mbamo atau masyarakat pada umumnya memiliki kode etik-moral, tatanan nilai dan norma tertentu. Perbuatan atau perilaku imoral tersebut melanggar atau menyalahi tatanan kode etik-moral, tatanan nilai dan norma adat istiadat yang diakui, dihayati dan dilaksanakan masyarakat selain melanggar norma hukum dan agama. Kode etik-moral, tatanan nilai dan norma itu dijunjung tinggi dan menjadi standar dan pegangan hidup masyarakat yang harus dilaksanakan. Pelanggaran terhadap nilai-nilai itu berpengaruh besar dan berdampak luas terhadap kehidupan keluarga (sao-tenda), masyarakat (nua-oda, oda mboa) dan lingkungan sekitar (tana watu).
Masyarakat adat Woko-Mbamo atau Nagekeo menyebut pengaruh besar dan dampak luas dari perbuatan tidak bermoral itu (sada-peda) dengan ungkapan simbolik: “Peda-Pani” (Peda: dosa, kesalahan, masalah. Pani: dampak, akibat, resiko). Perbuatan atau perilaku itu bagi mereka digambarkan sebagai kelakuan setan atau suanggi. Pelakunya dipersonifikasikan sebagai setan atau suanggi dengan ungkapan “Peda-podo/polo” (Peda: salah, kesalahan, Podo/polo: setan, suanggi).