RUU Pilkada Dibatal, Pengamat: Waspada Manuver Jokowi

Jakarta, Pojokbebas.com— Langkah DPR RI yang membatalkan pengesahan Revisi UU Pilkada menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna, Kamis (22/8) jangan dipercaya sepenuhnya.

Masyarakat perlu mewaspadai manuver DPR dan pemerintah  dalam hal ini Presiden Jokowi.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Brawijaya (UB) Muhammad Ali Safa’at mengatakan, secara normal sudah tidak ada lagi peluang pemerintah untuk menganulir putusan MK.

Namun demikian,  masih ada celah melalui dua pintu, yakni PKPU dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Pilkada.

“Ketika perubahan undang-undang keadaannya sudah tidak disahkan atau dibatalkan, jadi otomatis harus mengikuti isi dari putusan MK,” kata Ali dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (24/8).

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK)
mengeluarkan putusan terkait syarat pencalonan kepala daerah pada 20 Agustus.

Menanggapi putusan itu, Baleg DPR langsung mengagendakan pembahasan RUU Pilkada pada 21 Agustus yang terang-terangan melawan putusan MK.

Sikap Baleg DPR membuat mahasiswa dan masyarakat marah hingga melakukan aksi unjuk rasa di Senayan dan semua kota besar di Indonesia.

Agenda rapat pengesahan pun batal diambil karena peserta rapat tidak memenuhi kuorum.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan rapat paripurna sempat dibuka sekitar Pukul 09.30 WIB.

Diskors selama 30 menit, namun, kuorum tak kunjung terpenuhi setelah diskors.

Dasco mengklaim DPR tidak akan menggelar rapat paripurna dalam waktu dekat ini.

BACA JUGA:
May Day, Pemerintah Diharapkan Segera Ungkap Nasib 7 Buruh ABK WNI yang Hilang di Mauritius

Selanjutnya, Dasco menyebut kalaupun mau dibawa ke rapat paripurna, yaitu pada Selasa (27/8), hari itu bertepatan dengan dibukanya masa pendaftaran pasangan calon di Pilkada.

Dasco memastikan pelaksanaan Pilkada 2024 bakal mengikuti ketentuan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah.

Menurut Ali, dengan pernyataan DPR yang membatalkan pengesahan RUU Pilkada, KPU sewajarnya menyusun PKPU berdasarkan putusan MK.

Ali juga menyoroti sejumlah kekhawatiran dalam proses pembentukan PKPU.

Misalnya, saat KPU berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI dalam penyusunan PKPU.

Ada beberapa aturan yang kemudian dipaksakan masuk dan berujung berbeda dari putusan MK.

“Nah, tentu itu harus kita cermati bersama. Karena ketika PKPU itu tidak melaksanakan apa yang menjadi putusan MK, ya tentu saja PKPU itu sebetulnya cacat hukum, cacat konstitusional,” kata dia.

Sebab PKPU tersebut menurut Ali menjadi tidak memiliki landasan hukum untuk substansi yang berbeda dari putusan MK.

Sedangkan untuk peluang penerbitan Perppu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), harus ada tiga hal yang mendasarinya.

Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasar undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, terdapat undang-undang tapi tak memadai.

“Tapi, secara konstitusional, putusan MK kan sudah ada dan kemudian itu tinggal melaksanakan saja, jadi tidak ada sesuatu yang bersifat kegentingan memaksa,” jelas Ali.

BACA JUGA:
Kementerian Luar Negeri  RI Minta Klarifikasi Kedutaan Jerman Atas Kunjungan Staf-nya ke Markas FPI

Putusan MK menurut Ali sudah sangat jelas dan berlaku pasca dibacakan Hakim Konstitusi pada Selasa (20/8) lalu.

Sehingga negara tidak lagi membutuhkan aturan baru untuk pilkada.

“Jadi menurut saya, secara hukum tidak ada celah lagi. Kalaupun kemudian ada celah yang coba dimainkan, itu sesungguhnya justru merupakan pelanggaran terhadap konstitusi,” imbuhnya.

Namun apabila Presiden Jokowi masih memiliki keinginan menerbitkan Perppu Pilkada, Ali mengingatkan bahayanya rencana tersebut bagi konstitusi.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More