Retorika Konstruktif di Tengah Pergolakan Bangsa

Oleh Paskalis Semaun, SVD, Imam Katolik berkarya di Paraguay dan penulis lepas, aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan keadilan sosial

Ketika suara intelektual dibungkam dan rakyat kecil terpinggirkan, demokrasi kehilangan ruhnya.

Franklin D. Roosevelt berkata, “Penguji sejati sebuah pemerintahan adalah bagaimana ia memperlakukan warga yang paling lemah.” Di Indonesia, buruh dituduh pembuat onar, mahasiswa dicurigai, masyarakat adat digusur, sementara korporasi besar mendapatkan insentif pajak dan perlindungan hukum. Ironi ini menegaskan bahwa retorika politik tak lagi sejalan dengan realitas sosial.

Rakyat adalah kekuatan moral dan politik yang, ketika bersatu, mampu menjadi motor perubahan sosial yang bermakna. Sejarah menunjukkan bahwa transformasi besar justru lahir dari keberanian rakyat biasa yang bermimpi, bersuara, dan bertindak—bukan semata dari ruang-ruang elite.

Pengalaman Amerika Latin mengajarkan hal itu. Simón Bolívar, José Martí, Rigoberta Menchú, dan José Mujica adalah contoh nyata bahwa kekuatan rakyat yang terorganisir bisa mengubah sejarah. Mereka membuktikan bahwa politik yang berpihak pada keadilan bukanlah utopia.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More