
Retorika Konstruktif di Tengah Pergolakan Bangsa
Oleh Paskalis Semaun, SVD, Imam Katolik berkarya di Paraguay dan penulis lepas, aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan keadilan sosial
DI TENGAH ketidakpastian politik dan ekonomi, rakyat Indonesia tidak diam. Demonstrasi buruh, mahasiswa, petani, dan pekerja informal yang pekan lalu meledak bukan sekadar ekspresi politik, melainkan jeritan kemanusiaan. Mereka menuntut kehadiran negara—bukan sebagai penguasa, tapi sebagai pelayan keadilan sosial.
Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya hak memilih, melainkan tanggung jawab pemerintah kepada rakyat. Di Indonesia hari ini, tanggung jawab itu terasa jauh dari harapan. Harga kebutuhan pokok terus naik, lapangan kerja tak pasti, dan sistem hukum seringkali condong kepada yang berkuasa.
Institusi demokrasi seperti DPR dan MPR seharusnya menjadi perpanjangan suara rakyat. Namun, realitasnya mereka kerap terjebak dalam pusaran kepentingan elit. Banyak anggota dewan berlatar belakang pebisnis dan memiliki koneksi dengan investor besar. Alih-alih menjadi pengawas pemerintah dan pelindung konstitusi, parlemen justru kerap memfasilitasi kepentingan segelintir kelompok melalui proses legislasi yang tidak transparan.