Reklamasi Peran Guru dalam ‘Toing, Titong, Tatong’ Bagi Generasi Z
Oleh Ernestina Daimun, Mahasiswi Semester 8 STIPAS St Sirilus Ruteng
Sedangkan Ing Madyo Mangun Karso menunjukan guru berada di tengah harus menjadi sosok yang mengobarkan semangat peserta didik dan Tut Wuri Handayani menunjukan peran guru sebagai pasukan belakang yaitu untuk mendorong dan memberi motivasi belajar bagi peserta didik.
Ketiga peran ini selaras dengan yang ada dalam masyarakat Manggarai. Dalam tutur budaya Manggarai terdapat tiga (3) kata yang sama dengan semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu; Toing, Titong, Tatong.
Pertama, Toing merupakan satu tutur dalam bahasa Manggarai yang berarti ‘mengajar’, dengan kata dasar ‘toi’ yang berarti ‘memberitahu’. Dalam habitus orang Manggarai ‘toing’ harus diikuti dengan ‘toming’ yang berarti meniru, meneladani, mengikuti.
Kedua kata ini secara bersamaan berbentuk resiprokal, ‘toing’ atau ‘mengajar’ harus diimbangi dengan ‘toming’ dari seseorang. Dalam hal ini Guru sebagai indeks penting yang bertugas ‘toing’ dengan ‘toming’ yang benar kepada peserta didik di era serba digital ini.
Hal itu dilakukan tidak bermaksud bahwa Guru membatasi dirinya dan peserta didik dalam ruang digital, tetapi Guru memberi ‘toming’ atau contoh yang benar dalam penggunaannya terutama bagi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar.