Rasionalitas & Moralitas Proses Judisial Hukum Positif
Oleh: Petornius Damat (Dosen Ilmu Hukum Universitas Nusa Cedana Kupang)
Kedua, manusia adalah makhluk bermoral. Manusia bermoral sebenarnya hanya merupakan praksis dari rasional itu dalam arti bahwa ketika dapat membedakan yang benar dari yang salah, maka seseorang memiliki reasoning untuk bertindak benar, meskipun dalam situasi tertentu benar dan salah itu masih berada pada tataran subjektif. Moralitas dalam tataran subyektif itu secara praksis terjadi dalam perbuatan nyata manusia. Gunawan Setiardja (1990) dalam bukunya berjudul Dialektika Hukum Dan Moral, memisahkan dua jenis moral perbuatan manusia yaitu perbuatan yang berunsur kesengajaan kehendak dan kesadaran (superstition of consciousness– kesadaran yang tinggi) dan perbuatan dengan tidak hadirnya kesadaran, absent-nya kesengajaan kehendak. Berdasarkan penjelasan di atas moralitas rational based menjadi summa (um) conditionem- kondisi tertinggi (yang bisa dicapai) moralitas perbuatan.
Thomas Aquinas (John Trigillio: 2004) dalam buku berjudul Thomistic Renaissance- The Natural Moral Law, menjelaskan,”since law is simply a certain rational plan and rule of operation, it is fitting that law be given only to those beings who know the rational character of their work”- ketika hukum merupakan suatu rancangan pikiran rasional dan pedoman bekerja, maka hukum yang telah ada hanya berlaku bagi setiap orang yang mengetahui karakter rasional pekerjaan (perbuatan) mereka. Ide Aquinas ini menjelaskan seorang menge-tahu-i secara sadar pilihan dan konsekuensi rasional pekerjaan (perbuatannya). Istilah mengetahui ini, mengandaikan adanya sejumlah pengetahuan rasional yang tersimpan di dalam memori (otak) tentang pekerjaan atau perbutannya.