Lima Menteri Luar Negeri- RI, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand-menanda-tangan deklarasi kerjasama ASEAN 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Targetnya ialah membendung komunisme (ancaman dari “Utara”/Tiongkok), perdamaian kawasan, kerjasama sosialekonomi, promosi budaya dan membebaskan zona ASEAN dari campurtangan pihak asing.
Presiden Negara Kesatuan RI Soeharto membekukan hubungan diplomatik RI-Tiongkok selama Oktober 1967-Agustus 1990. Alasannya, ada petunjuk keterlibatan Partai Komunis Tiongkok tahun 1950-an mendukung Partai Komunis Indonesia dan upaya kudeta tahun 1965 di Negara RI (Graham Hutchings, 2003:224-225; Rizal Sukma, 1999:44–60). Upaya normalisasi hubungan RI-Tiongkok dibahas oleh Presiden RI Soeharto dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok, Qian Qichen, di Tokyo, Jepang, ketika menghadiri upacara pemakaman Kaiser Jepang, Hirohito, 24 Februari 1989 (M. R. J. Vatikiotis, 2013; Jonathan Hoslag, 2015).
Kemudian 14-18 November 1990, Presiden RI Soeharto mengadakan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok. Hasilnya, penandatanganan suatu Joint Commission of Economy, Trade and Technical Cooperation antara RI-Tiongkok (Rini Utama, 13/4/2015). Sejak itu, ruang peran Tiongkok terbuka lebar ke zona Asia Tenggara dan bahkan Asia Pasifik, termasuk dominasi atau monopoli Tiongkok di bidang perdagangan REE.