Secara hermeneutika, puisi dimaknai berdasarkan konvensi sastra. Membaca secara hermeneutika dilakukan dengan menafsirkan teks seturut konvensi sastra. Seperti, konvensi ketaklangsungan ucapan (ekspresi) puisi. Ketaklangsungan ekpresi puisi mucul karena penggantian arti, penyimpanan arti, dan penciptaan arti.
Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi. Penyimpangan arti oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Dan, penciptaan arti dapat disebabkan oleh pemanfaatan bentuk visual seperti persajakan, homologues (persejajaran bentuk maupun baris, dan tipografi).
Sesungguhnya, puisi di atas hanya memiliki 3 kalimat utama. Yakni bibir perempuan itu menabuh kata-kata … agar kata (itu) menjelma (menjadi) cinta … Tersemai di dalam kalbu. Namun, sang penyair dengan cerdik memberikan kalimat-kalimat jembatan. Uniknya, kalimat-kalimat jembatan ini justru menjadi judul, Rahasia Tubuh.
Kata “Rahasia Tubuh” yang dihadirkan dan menjadi bagian dari puisi singkat di atas, memiliki makna yang jelas. Terutama terkait penciptaan arti atau makna. Ada beberapa pertanyaan yang muncul. Apa kata “rahasia” yang dibahasakan oleh tubuh (perempuan) itu? Mengapa kata-kata itu menjelma menjadi cinta? Rahasia apa yang tersemai di dalam kalbu? Serta, rahasia tubuh apa dibalik bibir perempuan?