Pada level negara kini, Indonesia telah mengakui peren perempuan dalam kehidupan publik. Perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam bidang politik. Selain itu, perempuan juga memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan.
Namun, persoalan yang kita hadapi sekarang sebetulnya bukan pada kebijakan negara, melainkan budaya yang mesih hidup pada masyarakat yang cenderung menempatkan perempuan pada wilayah domestik saja. Akibatnya, banyak kita jumpai di desa-desa, kesempatan anak-anak perempuan untuk mengenyam pendidikan tidak seluas yang diberikan kepada anak-anak laki-laki.
Pembedaan perempuan dan kaki-laki dalam masyarakat misalnya dapat kita liha dalam budaya Manggarai. Perempuan dianggap sebagai ata pe’ang, atau orang luar. Lalu, pria dianggap sebagai ,ata one”, orang dalam. “Orang dalam” memiliki akses yang lebih besar pada sumber daya ekonomi keluarga, sedangkan “orang luar” akses pada sumber daya ekonomi keluarga bergantung pada pikap belaskasih keluarga, bukan berdasarkan hak yang sama.