Quo vadis, pencegahan Advokat dalam menjalankan profesi
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya
Keempat, hak menjalankan praktek peradilan di seluruh wilayah Indonesia.
Kelima, hak memiliki kedudukan yang sama dengan penegak hukum lainnya.
Keenam, hak menerima honorarium.
Dalam kaitannya dengan hak imunitas advokat jelas pengaturannya Pasal 16 Undang Undang Advokat bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 26/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa Pasal 16 UU Advokat mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai:
“Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.”
Adapun yang dimaksud dengan itikad baik dalam ketentuan ini adalah Advokat menjalankan tugas profesinya berdasarkan hukum untuk membela kliennya demi tegaknya keadilan. Dan untuk menilai adanya-tidaknya pelanggaran etik ataupun pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seorang advokat tidak serta merta dilakukan aparat penegak hukum dalam KPK ini dapat memutuskan sendiri dengan tanpa melibat organisasi profesi dimana seorang advokat berlindung. Lain halnya jika advokat RR tertangkap tangan menerima suap atas pendampingan kasus Lukas Enembe. Contoh seorang dokter ketika menjalankan profesi kedokteran diduga melakukan malpraktik doktor tidak serta merta dokter tersebut dinyatakan bersalah dilarang praktik dokter dan lain lain tetapi aparat penegak hukum wajib meminta kepada organisasi profesi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia untuk ” mengadili” apakah dokter tersebut melanggar etik, standart disipilin/profesi dokter atau memang terbukti melanggar hukum.