Quo Vadis Kiprah Politisi Perempuan dalam Pemilu Serentak 2024?
Oleh Mystica Bemu (Anggota Jurnalis Warga dan Mahasiswi Prodi Hukum Semester IX Unipa Indonesia)
Kuota tiga puluh persen yang diatur negara pada intinya membatasi ruang gerak politik perempuan. Mengapa? Faktanya, bahwa kuota tiga puluh persen sekadar memenuhi syarat administrative yang diwajibkan oleh Undang-Undang. Banyak perempuan yang terlibat dalam dunia politik tidak dipersiapkan atau menyiapkan diri, tetapi diangkat sekadar memenuhi syarat formil administratif. Jika ruang – ruang kebebasan bertarung di ranah politik masih terbatas, quo vadis politisi Perempuan?
Menyoal Kualitas Perempuan di Ranah Politik
Berbicara tentang kualitas perempuan di ranah politik, penulis tergelitik dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang anggota Jurnalis Warga di WhatsApp Group. Gugatan terhadap kualitas perempuan di ranah politik dilontarkan ketika merespon pernyataan temannya yang menyoroti tentang rendahnya partisipasi perempuan di ranah politik, karena dominasi politik patriarki.
Pertanyaannya begini, Kata siapa perempuan tidak diberi ruang dalam berpolitik dan menjadi pemimpin karena budaya patriarki? Megawati pernah menjadi presiden dan pimpinan Partai Politik. Puan pernah menjadi Menteri dan Ketua DPR RI, dan beberapa nyonya di Gedung Kula Babong itu perempuan. Mereka diberikan ruang berpolitik, bukti dari ruang yang diberikan untuk berpolitik itu mana?