Jika ekspresi kebebasan yang ekspresif membuat seorang anak gembira untuk mengaktualisasikan diri, mengapa mesti menciptakan pembatasan yang kaku dan ekstrim baginya ? Kerinduan untuk bermain, bergembira dan berbagi rasa adalah kerinduan seorang anak di masa kecilnya, sebagaimana Tini dalam Puisi “Tini Minta Karet”.
Bagian Kedua : Rindu Seorang Anak Pada Sosok Ayah Sebagai Pengayom
Tuhan Yesus
Tini minta karet
Untuk mengikat kaki Papa
Agar betah tinggal di rumah
Tini minta karet
Untuk mengikat kaki Papa
Agar tidak ke tempat judi
Tini minta karet
Untuk mengikat rencana Papa dan Mama
Agar tidak bercabang tidak menentu
Tini minta karet
Untuk mengikat tangan Papa
Agar tidak pukul Mama
Idealnya, seorang ayah adalah seorang yang selalu hadir sebagai pengayom dalam kehidupan sebuah keluarga. Pengayom berarti, pelindung yang memberi rasa nyamam dan damai, kekuatan, keadilan, peneguhan lahir dan batin. Figur seorang ayah, hadir sebagai ” matahari ” yang memberikan cahaya, ” tonggak ” yang menjadi penopang dan ” fondasi ” sebagai dasar pijak bagi kehidupan sebuah keluarga.
Terima kasih atas ulasannya. Sedikit bertanya tentang kutipan pernyataan Rene Descartes: ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”. Saya mendalami filsafat Descartes, namun tidak menemukan pernyataan itu. Setahu saya, hanya Socrates yang pernah membuat pernyataan sejenis, tetapi bukan seperti yang dikutip penulis. Socrates berseloroh demikian: ” Hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak dihidupi ”. Bukan seperti yang dikutip penulis ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”