Untuk ibu yang ideal, Edi Menori memberi catatan demikian : ibu yang ideal adalah ibu yang selalu At Home untuk memberi “roh” ( daya hidup ) bagi sebuah keluarga ( Tini minta karet // Untuk mengikat kaki mama // Agar tidak arisan terus ), ibu yang ideal adalah ibu yang penuh kelembutan, tanpa kekerasan ( Tini minta karet // Untuk mengikat tangan mama // Agar tidak pukul Tini dan Ade ), ibu yang ideal adalah ibu yang mulutnya adalah media yang mewartakan kebaikan, tanpa cacian ( Tini minta karet // Untuk mengikat mulut mama // Agar tidak maki Papa dan Tini ), ibu yang ideal adalah ibu yang mulutnya menjadi corong kedamaian (Tini minta karet // Untuk mengikat mulut mama // Agar tidak menceritakan nama buruk tetangga dan pastor), Ibu yang ideal adalah ibu yang mulutnya mesti mewartakan kebenaran ( Tini minta karet // Untuk mengikat mulut mama // Agar tidak menyebarkan isu yang tidak benar ).
Ketika seorang ibu kehilangan karakter keibuannya, ada daya yang hilang dari kehidupan. Rahim kehidupan keluarga kehilangan ” roh “. Maka, Puisi ” Tini Minta Karet “, pada bagian ini hadir ” memprovokasi ” untuk terkonstruksinya ibu yang ideal dalam keluarga.
Terima kasih atas ulasannya. Sedikit bertanya tentang kutipan pernyataan Rene Descartes: ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”. Saya mendalami filsafat Descartes, namun tidak menemukan pernyataan itu. Setahu saya, hanya Socrates yang pernah membuat pernyataan sejenis, tetapi bukan seperti yang dikutip penulis. Socrates berseloroh demikian: ” Hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak dihidupi ”. Bukan seperti yang dikutip penulis ” Hidup yang tidak dihidupi, tidak layak dihidupi ”