Puisi Duka Bupati Agas Membuat Air Mata Bercucuran
Sebuah puisi yang melukiskan kehidupan almarhuma dalam ruang waktu. Tentang kebersamaan yang dirampas, dan seketika yang tersisa hanyalah diam. Lantas, kita manusia tidak punya kuasa menahan, kita terpaku dalam diam. Seketika itu, kita terhempas Lelah.
“Satu persatu yang terkasih direnggut waktu
dan kita hanya bisa diam
sambil merapal mantra
Penghapus dosa”, lirik bait pertama dalam puisi itu yang menggetarkan.
Pada bait kedua, Bupati Agas, melukiskan situasi kehidupan dalam ruang bernama waktu
Batasnya begitu tipis, kemarin tersenyum, tertawa dan kini berubah muram, terkulai lemas. Deraian air mata, bercucuran, keluar dari sudut jendela mata. Yang tersisa hanya ratapan duka
“Waktu
Lagi lagi engkau senantiasa seperti itu
Kemarin berhias senyum,
Kemarin berhias tawa
Hari ini sunyi, menetes dari sudut jendela mata
Memporakporandakan hati kami”
Pada bait lain, Bupati Agas, menggambarkan situasi batinnya, situasi batin semua orang yang mengenal almarhumah Trivonia. keadaan sepi tanpa ada lagi senyum menawan terpancar dari wajahnya. Senyum mewakili keramahan yang menjadi karakter seorang pribadi. Dalam senyum ada kehangatan. Senyum juga bisa menjadi simbol kedekatan dalam berelasi.