Puasa: Momentum Mengkonstruksi Nilai-Nilai Kebenaran (Koreksi atas sikap bermedia sosial )

Oleh : Alvares Keupung

Di banyak kesempatan, tidak jarang media sosial menghadirkan degradasi nilai – nilai kebenaran, keadilan dan etika. Berita – berita bohong ( hoaks ) ramai beredar, pornografi yang vulgar menjadi ” santapan ” biasa bagi netizen dengan daya nalar dan daya kritis yang lemah. Media sosial yang mestinya hadir sebagai media informasi dan komunikasi bagi kepentingan kemanusiaan, justru tak mampu juga membendung hal – hal yang bersifat hoaks dan vulgar. Sampai di sini, pertanyaannya adalah : apa yang mesti dibuat ? Jawabannya, butuh rekonsiliasi atau pertobatan bermedia sosial.

Di tengah gempuran sisi minus media sosial yang hadir dengan konten – konten yang barbaris, banal, sarkais, hoaks dan vulgar dari perilaku netizen yang tidak bertanggung jawab, umat Katolik kini tengah berada dalam masa puasa. Puasa sebagai momentum pertobatan. Momentum yang penuh berkat untuk mengkonstruksi kembali nilai – nilai kebenaran.

Dalam kaitannya dengan malinformasi dan malkomunikasi bermedia sosial, maka, puasa menjadi jembatan menuju pertobatan. Pertobatan di sini adalah pertobatan berkomunikasi. Apa pun yang terjadi, komunikasi dalam bermedia sosial mesti terarah kepada komunikasi yang menghadirkan nilai kebenaran, keadilan dan etika. Ruang berkomunikasi dalam media sosial mesti melahirkan model “Peng – Injil – an” gaya baru. Model “Peng – Injil – an” gaya baru dalam bermedia sosial dimaksudkan adalah : menyebarkan nilai – nilai kebenaran. Sebab, ketika berkomunikasi dalam media sosial, serentak menghadirkan kebenaran Injili. Model “Peng – Injil – an” gaya baru dalam bermedia sosial dimaksudkan agar kebenaran dikonstruksi untuk membendung hal – hal barbaris, banal, sarkais, hoaks dan vulgar di era Post Truth ini. Sampai di sini, berkaca pada Paus Benediktus XVI, keprihatinannya benar : media sosial mesti hadir sebagai media yang menyebar kebenaran, memupuk iman dan pertobatan. Dan puasa kita yang benar adalah, membendung malbermedia sosial melalui pertobatan bermedia sosial yang salah untuk mengkonstruksi nilai – nilai kebenaran. Koyakkanlah hati, bukan pakaian. Jaga hati dan pikiran untuk pertobatan bermedia sosial. Sebab, dosa bermedia sosial datangnya berawal dari hati dan pikiran yang buruk. Mari bertobat.***

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More