Puasa: Momentum Mengkonstruksi Nilai-Nilai Kebenaran (Koreksi atas sikap bermedia sosial )
Oleh : Alvares Keupung
Puasa : Momentum Mengkonstruksi Nilai – Nilai Kebenaran
Salah satu dosa dalam komunikasi manusia adalah pembohongan. Hal – hal yang tidak faktual dipelintir sedemikian rupa, sehingga apa yang tidak benar menjadi benar. Ketika ketidakbenaran hadir di depan komunitas masyarakat yang tidak kritis, ketidakbenaran diterima sebagai sebuah kebenaran yang absolut. Maka, keadilan dan etika yang mengikuti kebenaran difermak sedemikian rupa, menjadi keadilan dan etika yang semu lalu diterima sebagai sebuah kebenaran.
Hal demikian, pada era ini disebut dengan Post truth. Era Post Truth ditandai dengan keyakinan terhadap sesuatu yang tidak benar dan dianggap seolah – olah sebagai sebuah kebenaran. Rosarita Niken Widiastuti, mantan Direktur Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, mendefenisikan era pasca – kebenaran ( Post Truth ) merupakan situasi di mana fakta objektif kalah berpengaruh dibanding emosi atau keyakinan seseorang. Dalam konteks ini, hoaks termasuk ke dalam kategori era Post Truth. Hoaks diterima sebagai sebuah kebenaran. Isu – isu pembohongan yang begitu masif di media sosial juga diterima sebagai keyakinan akan kebenaran di hadapan golongan masyarakat non kritis.