Puasa: Momentum Mengkonstruksi Nilai-Nilai Kebenaran (Koreksi atas sikap bermedia sosial )

Oleh : Alvares Keupung

Katekismus Gereja Katolik memaknai puasa sebagai sebuah bentuk imperatif, dengan mengutip Perintah kelima dari lima perintah Gereja, ” Engkau harus menaati hari puasa wajib ” ( Bdk. KGK No. 2043 ). Melalui perintah ini, Gereja mengharuskan bahwa puasa wajib dilaksanakan sebagai ikhtiar pertobatan dan penyangkalan diri secara batiniah dan akan terimplikasi melalui tindakan – tindakan lahiriah. Sebagai misal : mengupayakan dan menciptakan perdamaian, menghadirkan sikap hidup yang adil, tata tutur dan tata laku yang baik, saling memaafkan, memberi sedekah.

Prinsipnya, puasa dalam tubuh Gereja yang terutama merupakan tanda keterlibatan Gereja akan misteri puasa Yesus di padang gurun. Selama kurun waktu 40 hari, Gereja mengambil bagian dan mempersatukan diri dengan misteri Yesus yang berpuasa di padang gurun ( Bdk. KGK No. 540 ). Harapannya, ketika menjalankan puasa selama 40 hari, umat beriman diajak untuk ” mengoyakkan hatinya ” ( tanda kerendahan diri di hadapan Tuhan ) dan berkomitmen menyatakan sikap berpasrah pada kehendak Tuhan. Pada posisi ini, maka, umat beriman dalam tubuh Gereja melakukan tobat sesungguhnya, yakni : pertobatan batin.

BACA JUGA:
Golgota Dan "Move On" Kekuasaan
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More