PETER AMAN OFM DALAM NARASI PUITIK

Oleh Gerald Bibang

aku merunduk malu, pura-pura tersenyum; sampai-sampai bukan gelas whizky-ku yang kuminum tapi gelas whizky-nya dia yang di sebelah sana; “aeh gelas daku ho, hahahahaahaha(= ini saya punya gelas e); aku jadi ikut tertawa, hahahahhahahaaa

BUKAN JUMLAH

temanku, pastorku, engkau pergi di bayang-bayang langit kelabu; aku dan teman-temanmu memburu apa yang sebenarnya kami sendiri tidak tahu; membuang di kotak sampah apa yang engkau bisikkan:non multa sed multum; bukan jumlah tapi kualitas; kami hidup untuk menumpuk angka; memimpikan jumlah dan nama-nama; sedangkan SATU, hanya SATU, yang tak terhitung oleh ilmu; yang mengandungsegala sesuatu; ialah Sang Hakekat SATU, sebab segala sebab; Causa Prima yang tidak disebabkan tapi lama-lama diabaikan

sebab apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah; sebab apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian seseorang sehingga ia makin sanggup memahami orang lain

engkau pergi di saat aku dan teman-temanmu malas belajar sejarah, ogah berpikir, tidak pernah merasa penting untuk mempelajari suatu persoalan melalui pertimbangan pemikiran yang saksama, untuk mendasarkan segalanya di atas penalaran; maka kalau ada buah busuk, kami beramai-ramai sibuk mengutuknya, membuangnya, menghina buah itu, tanpa sedikit pun ingat pada pohonnya apalagi akarnya, terlebih lagi tanahnya, jangankan lagi pencipta tanah itu

BACA JUGA:
22 Tahun di Mata Lembata
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More