aku merunduk malu, pura-pura tersenyum; sampai-sampai bukan gelas whizky-ku yang kuminum tapi gelas whizky-nya dia yang di sebelah sana; “aeh gelas daku ho, hahahahaahaha(= ini saya punya gelas e); aku jadi ikut tertawa, hahahahhahahaaa
BUKAN JUMLAH
temanku, pastorku, engkau pergi di bayang-bayang langit kelabu; aku dan teman-temanmu memburu apa yang sebenarnya kami sendiri tidak tahu; membuang di kotak sampah apa yang engkau bisikkan:non multa sed multum; bukan jumlah tapi kualitas; kami hidup untuk menumpuk angka; memimpikan jumlah dan nama-nama; sedangkan SATU, hanya SATU, yang tak terhitung oleh ilmu; yang mengandungsegala sesuatu; ialah Sang Hakekat SATU, sebab segala sebab; Causa Prima yang tidak disebabkan tapi lama-lama diabaikan
sebab apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah; sebab apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian seseorang sehingga ia makin sanggup memahami orang lain
engkau pergi di saat aku dan teman-temanmu malas belajar sejarah, ogah berpikir, tidak pernah merasa penting untuk mempelajari suatu persoalan melalui pertimbangan pemikiran yang saksama, untuk mendasarkan segalanya di atas penalaran; maka kalau ada buah busuk, kami beramai-ramai sibuk mengutuknya, membuangnya, menghina buah itu, tanpa sedikit pun ingat pada pohonnya apalagi akarnya, terlebih lagi tanahnya, jangankan lagi pencipta tanah itu