Perpu Ciptaker Dalam Tinjauan Hukum Ekonomi

Oleh: Yulianus Soni Kurniawan

Motif Pemerintah (Presiden Jokowi-Ma’aruf)

Tekad mencapai negara maju hanya bisa dilakukan dengan cara-cara luar biasa.

Salah satunya dikongkretkan melalui terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Melalui UU ini, pemerintah berupaya untuk menerobos penghalang yang membuat dunia usaha sulit berkembang di Indonesia. Misalnya saja, kemudahan izin berusaha di bidang kelautan dan perikanan. Sebelum diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Perikanan pada Pasal 1 nomor 16, 17 dan 18 disebutkan nelayan harus memiliki 3 izin yang harus dipenuhi agar bisa berlayar. Kini melalui Undang-Undang Cipta Kerja, perizinan tersebut disederhanakan dari 3 menjadi 1 perizinan saja.

Pemangkasan regulasi dan prosedur perizinan yang diupayakan oleh pemerintah di atas, inheren dengan konsep hukum ekonomi sebagaimana dikonstruksi oleh Posner yaitu efisiensi. Persoalannya, Mahkamah Konstitusi pada Tahun 2020 mengeluarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. Jika tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan MK diucapkan maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional permanen.

BACA JUGA:
Soliditas, Toleran dan Partisipatif: Perekat Keberagaman dan Kekeluargaan Lintas Agama dalam Prosesi Hantaran Mahar hingga Resepsi pada Akad Nikah
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More