Pengibaran Bendera Ula-Ula: Ritual Sakral Kaya Makna Dalam Tradisi Pra-Nikah Masyarakat Sulawesi Selatan

Setiap tahapan pelaksanaan kegiatan, pengerjaan hal-hal yang perlu dipersiapkan dan seluruh prosesi dari setiap hajatan terutama dalam pernikahan harus sesuai/tepat seperti yang diwariskan.  Kekurangan pada proses atau kesalahan pengerjaan akan berakibat buruk terhadap keluarga, misalnya terjadi kesurupan, dll. “Para leluhur bisa marah, dengan memberikan peringatan atau sanksi terhadap keluarga/keturunan jika terjadi kesalahan. Mereka (para leluhur) juga mampu menunjukkan kesalahan atas hal yang dikerjakan dalam seluruh pelaksanaan hajatan atau ritual tersebut lewat orang yang alami kesurupan”, demikian salah satu tokoh masyarakat Bugis, dalam sebuah wawancara saat pengibaran Bendera Ula-ula, 04 Oktober 2022 sebelum hari Akad Nikah anak Firda Hadipurna dengan Ibrahim.

Berdasarkan kesaksian saya pada saat itu karena terlibat langsung dalam seluruh rangkaian acara itu sebagai tetangga terdekat (depan rumah), pernyataan itu sungguh benar terjadi. Dua (2) orang alami kesurupan/kerasukan setelah pengibaran Bendera Ula-ula. Dua orang tersebut adalah adik kandung dan saudara terdekat dari anak Firda Hadipurnama yang akan menikah. Mereka mengalami kesurupan atau kerasukan segera setelah pengibaran bendara tersebut. Keduanya menjerit dan berteriak seperti mengalami kesakitan hebat sampai tidak sadarkan diri. Mereka harus digotong untuk mendapatkan perawatan labih lanjut secara adat. Ritual dan kejadian yang dihadiri dan disaksikan oleh semua warga RT 018 dan sebagian RT tetangga kelurahan Wuring itu menimbulkan tanda tanya. Ada apa dan mengapa hal itu harus terjadi?