Pendidikan Katolik Keuskupan Larantuka Vox Populi-Vox Dei; Merefleksikan Hari Pendidikan Katolik Keuskupan Larantuka
Oleh : RD. Emanuel Stephanus Buga Hurint, S.Fil
Pada tanggal 03 desember tahun 1862, Rm. Franssen, Pr membuka sekolah pertama (sekolah misi) di Larantuka dengan jumlah siswanya Dua Puluh Lima (25) orang, dimana salah satu diantaranya adalah siswa perempuan yakni putrid dari Raja Larantuka. Para siswa dilatih untuk membaca, menulis, berhitung, belajar tentang agama, sopan santun (budi pekerti) dan ketrampilannya lainnya. Sarana-prasarananya sangat terbatas dan sederhana. Mereka menggunakan sebagai ruangan kapela stasi Larantuka, menggunkan 14 batu tulis dan papan tulis dipinjamkan dari benteng tentara belanda. Dalam kegiatan proses pembelajaran hanya dengan satu (1) tenaga pendidik yakni Rm. Franssen yang tidak memiliki ijasah guru dan juga tidak ada buku pelajaran sebagai sumber pembelajaran.
Dalam perkembangan lebih lanjut, pendidikan katolik yang telah dimulai ini dilanjutkan oleh para Misionaris Yesuit. Para Imam Yesusit menggantikan Rm. Franssen dengan memusatkan perhatian pada pendidikan Katolik sambil menemukan inovasi baru. Peserta didik mulai dimasukan dalam asrama untuk diberikan pembinaan dan pendampingan secara intensif. Mereka juga memikirkan untuk pendidikan bagi kaum putri dengan pendasaran bahwa para kaum putrid (ibu) sungguh memegang peran penting dalam Pendidikan nilai di keluarga. Atas dasr ini maka pada bulan April 1879, Enam (6) orang suster Fransiskanes (OSF) dari Heythuysen tiba di Larantuka atas inisiatip dari Misionaris Yesusit. Kehadiran Enam (6) orang suster ini mendirikan Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di Balela-Larantuka Para siswa putri berjumlah Dua Puluh Lima (25) orang dilatih untuk mebaca, menulis dan dilatih aneka macam ketrampilan rumah tangga serta mendapatkan pendampingan menjadi gadis dan calon ibu rumah tangga yang beriman dan bermoral.