Pemerintah Abai Menjalankan Mandat UUD’45: Jawaban Untuk Wue Marianus Gaharpung

Oleh John Bala, S.H. (Koordinator Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Bali-Nusra)

4. Wue Marianus Gaharpung dalam menyikapi ini memiliki standart ganda dan juga tidak sensitive terhadap kekerasan. Diawal menyatakan “KEUSKUPAN BUKAN TIPE DEMIKIAN, SELALU BERUSAHA MENYELESAIKAN SUATU PERSOALAN DENGAN TENANG DAN KASIH” tetapi ketika saya mengungkapkan tentang beberapa fakta yang sebaliknya, lalu Wue menjelaskan seolah-olah tindakan represi itu boleh dilakukan dengan alasan: “…. dan ketika PT. KRISRAMA ke lokasi bersama pihak Kantor Pertanahan Sikka tidak boleh menghalang- halangi sehingga wajar jika ada tindakan represif dari aparat hukum”. Pertanyaannya… HUKUM MANA YANG MENGIJINKAN TINDAKAT REPRESI APPARAT TERHADAP MASYARAKAT ADAT.

5. Untuk Peristiwa pemasangan patok dan pencabutan pada tanggal 18-22 Januari 2022, PT. Krisrama ke Lokasi TIDAK BERSAMA pihak Kantor Pertanahan kabupaten Sikka dan tidak ada tindakan represi dari apparat ke pada masyarakat. Kecuali sebelum-sebelumnya.

6. “Ketika kedua suku ini belum mendapatkan legalitas dan legal standing dari negara (Pemkab Sikka), maka masyarakat yang mengaku suku Goban Runut dan suku Soge Natarnage harus tahu diri untuk tidak membahas berapa luas tanah yang boleh diukur dan dimiliki PT KRISRAMA. Kami merujuk ke pasal 55 Permen ATR/BPN No: 7 Tahun 2017 sebagai berikut :

BACA JUGA:
Pemberdayaan Perempuan, Puskesmas Poned, dan Profesionalisme Bidan dalam Upaya Mengatasi Kematian Ibu dan Anak Maupun Stunting di NTT
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More