Seketika, aku jadi keder. “Kukira begitu, Komandan. Yang disampaikan anak sang bandar, demikian,” jawabku, sekenanya.
“Tetapi mana buktinya, he?” sidiknya, geram.
“Maaf, Komandan. Aku pun tak mengerti,” tanggapku, kagok.
“Ah, bodoh! Jangan sampai kau telah dipermainkan oleh perempuan itu? Jangan sampai transaksi telah dilakukan pada waktu dan tempat yang lain, dan ia telah berhasil mengelabui kita semua di sini?” terkanya.
Aku sonak kelimpungan. Aku pun mulai mengkhawatirkan taksirannya itu.
“Sudah. Bubarkan personel!” titahnya. “Nanti, jam 9 pagi, temui aku di kantor. Jangan terlambat!”
“Siap, Komandan,” balasku.
Sabungan telepon pun terputus.
Akhirnya, pikiranku menjadi kacau. Dengan dugaan yang menjurus ke mana-mana, aku lantas menghubungi putri sang bandar itu atas status kami sebagai sepasang kekasih. Tetapi sayang, keterangan suara operator menyatakan bahwa ia berada di luar jangkauan jaringan telepon, seolah-olah ia memang telah menghilang.***
*) Kelahiran Gandang Batu, Kabupaten Luwu. Berdomisili di Kota Makassar. Menulis di blog pribadi (sarubanglahaping.blogspot.com). Bisa dihubungi melalui Instagram (@ramlilahaping).