WAKTU terus memburu. Sebagai seorang intel, aku mesti bertindak sigap demi menyukseskan sebuah misi rahasia. Karena itu, aku memutuskan untuk memperdaya seorang mahasiswi demi membongkar rencana penyelundupan narkoba dalam jumlah besar yang dikomandoi oleh ayahnya. Aku ingin membuainya atas nama cinta untuk mengulik rahasia ayahnya, agar aku dan timku dapat menggagalkan peredaran barang haram tersebut di tengah masyarakat.
Untuk mempercepat aksi, aku pun melancarkan adegan perebutan hati. Pada satu malam, sebulan yang lalu, aku menugaskan seorang kawanku untuk menjambret tasnya di pinggir jalan, setelah ia keluar dari sebuah kafe. Aku lantas pura-pura mengejar kawanku itu sampai ke tikungan jalan yang tertutup dari penglihatannya, lalu kembali dan menyerahkan tas tersebut kepadanya. Akhirnya, ia jadi sangat terkesan, seolah-olah aku adalah sosok pahlawan baginya.
Sehari berselang, kami pun bertemu di sebuah kafe untuk mengakrabkan diri. Aku mengaku-aku sebagai pegawai perusahaan konstruksi yang tengah mengadakan pemantauan proyek di kotanya, sedang ia mengaku secara jujur sebagai seorang mahasiswi di sebuah kampus ternama. Aku lantas mengaku-aku berlatar belakang keluarga guru, sedangkan ia sedikit menutupi latar belakangnya dengan mengatakan bahwa orang tuanya menjalankan bisnis ekspedisi.