Pembagunan Wisata Super Premium Labuan Bajo Untuk Siapa?

Oleh: Piter Ruman (Politisi PDI Perjuangan/Praktisi Hukum, Tinggal di Karawang, Jabar)

Dalam ketidakjelasan itu, menurut saya BPOLBF ini tidak perlu dan tidak berguna. Pemerintah dalam hal ini seperti menepuk air dalam dulang keciprat muka sendiri. Satu sisi perampingan struktur birokrasi adalah sebuah kebutuhan utk mempercepat eksekusi kebijakan, pada sisi lain BPO di hadirkan justru membuat tumpang tindihnya kewenangan dan memperumit eksekusi kebijakan.

Sebagai contoh, saya sangat sepakat bahwa pengelolaan kawasan puncak waringin itu harus di take handle oleh Pemerintahan Daerah, sehingga keuntungan dalam bentuk pajak dan lainnya bisa dikelolah dan dinikmati oleh daerah sendiri. Kerbau tidak perlu dipindahkan dari sungai yang kotor, tetapi diupayahkan sungainya menjadi bersih. Itulah sebuah harapan untuk pemerintahan daerah dibawah kepeminpinan Bupati yang baru.

Terhadap dua contoh soal itu dalam pembangunan Pariwisata Super Premium Labuan Bajo menunjukkan masyarakat bukanlah siapa-siapa. Masyarakat akan dapat menjadi siapa-siapa, dan tuan di tempatnya sendiri kalau kebijakan Pemerintah Daerah pro terhadap kepentingan masyarakat baik sekarang maupun untuk generasi yang akan datang. Kebijakan Pemerintah Daerah harus dapat menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat berhadapan dengan para pemilik modal dari luar. Tanpa itu, masyarakat lokal secara ilutif merasa sejahtera, namun dalam praksisnya mereka tidak punya apa-apa, kecuali akan menjadi buruh.***

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More