
Panggil dari Jauh; Narasi Mgr Vincent Sensi Potokota
Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.
Waktu itu, saya sudah balik menetap di Indonesia dan oleh ketua lingkungan paroki Thomas Rasul diundang untuk datang ke acara besar itu. Selesai acara, banyak umat berkerumun berjabatan tangan dengan uskup-uskup. Saya dengan teman-teman lingkungan berdiri ngobrol sambil mencari celah untuk keluar ruangan.
Tiba-tiba dari jauh sebelah sana terdengar suara keras: Gerard, Gerard, sini dulu, sini dulu! Saya menoleh ke arah sana, eh, ternyata Uskup Sensi yang panggil, Gerard sini dulu, sini dulu, sambil tangan kirinya membuat aba-aba agar saya mendekat sambil tangan kanannya berjabatan dengan kerumunan umat di sekelilingnya.
“Cepat pak Gerard,” kata ketua lingkungan saya, “mungkin Uskup Vincent perlu penting.”Saya segera ke kerumunannya, dan tepat saja: kami bersalaman dan saya merangkulnya: ka’e uskup, saya pikir sudah lupa saya. Ah kau ini, lupa bagaimana, mana kau punya ibu dan anak. Mereka di rumah, ka’e uskup. Lalu lanjutnya: oe kau harus jaga makan o, saya lihat kau makin tambun.
Sesudah itu umat-umat lain serbu menemuinya bersalaman dan saya mundur pelan-pelan dari kerumunan lalu berpisah. Dalam perjalanan pulang dalam mobil, saya tertegun. Apa Uskup Sensi punya mata kucing ya, sehingga bisa melihat tajam dari kejauhan? Mata hati orang ini luar biasa, gumamku sendiri.