Orang-orang yang menatap nanar karena ulahnya itulah yang bayar pajak untuk menggajinya, plus sirenenya yang meraung-raung itu. Sungguh tak tahu diri..!!
Di lain hari, banyak kepala daerah demikian getol mempromosikan Pancasila. Tetapi ketika bertatap dengan rakyat biasa, melengos. Senyum demikian mahal.
Malahan kaca mobil dibikin gelap supaya orang tidak bisa menengok. Bagaimana warga biasa yang berpeluh keringat bisa melihat Pancasila sebagai kebajikan jika perilaku orang yang mengujarkannya berulang-ulang sama sekali berseberangan.
Apanya yang beradab! Perilaku rutin amat jauh dari sikap orang yang beradab. Keadilan sosial macam mana, kalau hanya untuk senyum saja enggan dan buang muka.
Ketiga, Pancasila sebagai sikap. Saya yakin banyak orang melakukan kebajikan sehari-hari melalui hal-hal sederhana, tanpa harus mendirikan dirinya sebagai monumen perilaku Pancasila.
Memberi tempat untuk orang tua dan ibu hamil di kreta atau bis umum, ramah dan baik dengan tetangga, tidak suka gosip atau hoax, tidak marah-marah dengan anak. Itu adalah perilaku beradab, sila ke-2 Pancasila.