Orang Pintar Restui Tindakan Main Hakim Sendiri; PT Krisrama Pelanggar HAM atau Justeru Korban?
Oleh P. Dr. Alexander Jebadu SVD, Dosen IFTK Ledalero-Maumere
Nah setelah suku-suku Kepulauan Nusantara merdeka tahun 1945/1949, pemerintah RI tetapkan melalui UU bahwa semua tanah yang pernah dirampok Belanda tidak bisa dikembalikan kepada masyarakat setempat karena urusan pengembaliannya ribet.
Maka Pemerintah RI di bawah pimpinan Presiden Sukarno pada tahun 1950a-an putuskan via UU bahwa semua tanah rampokan Belanda pada masa lalu harus menjadi milik negara atas nama seluruh rakyat Indonesia dan pengelolaannta diberikan kepada siapa saja yang bisa mengelolanya asal bayar pajak kepada negara sebagai sewa pemakaian tanah negara tersebut. Pemberian hak usaha ini yang kemudian disebut hak guna usaha (HGU). Oleh kerena sejarah yang khusus, Gereja Keuskupan Ende saat itu (lalu kemudian dihibahkan kepada Keuskupan Maumere) dan Provinsi SVD ENDE diberi HGU atas tanah Nangahale oleh negara Indonesia.
Lalu untuk mengefektifkan pengelolaannya dan karena dituntut oleh hukum negara, maka Keuskupan Agung Ende dan kemudian Keuskupan Maumere dan Provinsi SVD Ende, mula-mula pada tahun 1979 dirikan PT DIAG (Dioses Agung) Ende, lalu belakangan setelah Maumere mekar jadi keuskupan, PT DIAG Ende diubah menjadi PTK.