Orang Pintar Restui Tindakan Main Hakim Sendiri; PT Krisrama Pelanggar HAM atau Justeru Korban?
Oleh P. Dr. Alexander Jebadu SVD, Dosen IFTK Ledalero-Maumere
Nah secara historis dan secara hukum, status persoalan tanah HGU Nangahale yang dikelola oleh PTK sudah jelas dan terang benderang. Sebelum tahun 1859 (166 tahun lalu), tanah Nangahale dan Patiahu adalah milik suku setempat. Ini tidak bisa disangkal. Lalu sejak tahun 1859, tanah-tanah suku Flores termasuk tanah Nangahale dan Patiahu dirampas perampok Belanda untuk dijadikan perkebunan kapas mereka yang kemudian dijual di pasar Eropa.
Tahun 1926, perusahaan penjajah Belanda jual tanah ini kepada Misi Gereja yang waktu itu dinakhodai misionaris SVD asal Belanda dan Jerman seharga F. 22 500 Gulden. Bukti pembelian masih tersimpan aman di Kantor Provinsi SVD Ende dan di Kantor Keuskupan Agung Ende di Ende. Sejak tahun 1926, Gereja gunakan tanah yang dibeli dari perampok Belanda ini untuk tanam pangan dalam rangka suplai makan minum para mahasiswa Seminari calon misionaris dari Gereja Senusatenggara (Bali hingga Flores) yang dididik di Seminati Tinggi St Petrus Ritapiret dan Seminari Tinggi St Paulus Ledalero.