Nyanyian Manggarai dalam Puisi-puisi Julius Simson Salang
UNTUK memahami alunan melodi puitik Bang Julio -begitu panggilan kesayangannya di kalangan Komunitas Benih Sesawi- perlu ditelusuri lekak lekuk lembah dan punggung gunung tempat ia berkeriap semasa bocah hingga remaja.
Julius lahir di sebuah kampung, di pinggiran kota Ruteng Manggarai Flores. Kampung itu bernama Lawir. Kampung Lawir Ruteng diapit dua buah sungai yang berair jernih sepajang musim. Warga kampung umumnya petani, karena Lawir memiliki bentangan lahan persawahan yang sepanjang musim dialir air dan warga mengolahnya menjadi lahan untuk kehidupan.
Mengolah lahan dengan berbagai kreatifitas adalah bentuk syukur warga kampung Lawir kepada pemberi dan pemilik kehidupan, Pencipta langit dan bumi. Melihat alam yang sengaja dirusak demi kenpentingan ekonomi, dan atas nama kesejahteraan rakyat, membuat hatinya terasa diris sembilu.
Ia ingin mengejar mereka dan menghabisi mereka, namun bukan dengan badik dan belati tapi pisau puitik. Dia bilang, “Cukup saya berdendang dalam syair untuk membunuh mereka”.