Ngkiong; Seruling Alam: Bahwa Flores Masih Punya Hutan

Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

Belakangan ini, hutan kami tak lagi disana. Mereka berganti rupa jadi rumpun komoditas yang bergambar dollar dan rupiah. Makin kesini, tangan-tangan manusia makin jauh ke dalam hutan dan terus ke dalam. Satu per satu selimut hijau itu pudar sudah.

Saat waktu dan ruang berganti rupiah, masa lalu tak lagi berarti. Adat tidak lebih dari komoditi. Banyak dari generasi saat ini menyaksikan gunung-gunung itu tak lebih dari daftar konsumsi. Lapar, katanya.

Tapi bukan itu alasannya. Bukan karena kehabisan nasi, tetapi birahi untuk mengisi dompet agar terus menumpuk tinggi. Hari-hari ini, jangankan Ngkiong, mata air pun digunduli. Adat yang bikin ulung wae keramat, tinggal kenangan.

Beberapa kali berita mengutip dengan pilu antrian panjang orang manggarai di banyak desa. Menunggu air datang!! Selagi cerigen-cerigen bergemuruh, makin banyak hutan luruh. Banjir dan longsor mengepung banyak kampung. Ada kampung yang lesap ditelan bumi.

Tapi Ngkiong masih berbunyi dan menanti. Dia bersaksi sebagai seruling alam yang setia, meski manusia makin garang memangkas gunung dan lembah. Ngikong…Ngkiong…Ngkiong eee..!!

BACA JUGA:
“How Not to Die”
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More