
Napak Tilas Gereja Tua Lengko Ajang: Butuh Kolaborasi Bersama untuk Merawatnya
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku Karya Kemanusiaan Tidak Boleh Mati, dan Buku Emas Paroki Thomas Morus Keuskupan Maumere)
Dalam kondisi tak pasti ini, litania pertanyaan muncul, apakah layak gereja tua itu dijadikan situs rohani dalam kondisi bangunannya yang mulai rusak? Apakah di Gereja Tua itu layak untuk dijadikan locus kegiatan peribadatan atau kegiatan pariwisata rohani? Apakah para pihak yang mencetuskan Gereja Tua Lengko Ajang sebagai Situs Wisata Rohani menutup mata dengan kondisi gedung gereja yang sudah tidak layak pakai itu? Apa yang dilakukan Pemkab Manggarai Timur dan elemen warga menjelang perayaan satu abad Gereja tua ini pada tahun 2027 mendatang?
Mungkin masih ada pertanyaan lain yang bisa kita litaniakan sebagai salah satu wujud ungkapan kecintaan kita terhadap gedung gereja yang sudah dibangun dengan susah payah oleh Misionaris SVD melalui Pater Wihelmus Janssen, SVD. dan umat Katolik Lengko Ajang pada periode 1927-1933 yang nota bene kondisi ekonomi warga saat itu masih dalam kesulitan, namun memiliki semangat besar untuk berkolaborasi membangun Gereja dengan arsitektur indah dan menawan hingga puluhan tahun.