Nanga Banda Menggugat (Refleksi Sejarah Manggarai di Reok)

Oleh Nurdin, SE (Pinca PT BRI Cabang Maumere)

Saya sependapat dengan saudara Syarief Aryfaid, Direktur LSN Yogyakarta, bahwa kita perlu berhati- hati membawa konflik agraria dalam perspektif sejarah, karena akan menimbulkan konflik baru yang lebih laten dan masif. Maka ada baiknya persoalan agraria yang memiliki perspektif sejarah, seperti kasus Nanga Banda ini, harusmelalui suatu kajian baik dari perspektif sosiologisnya, terutama perspektif yuridis, agar tidak menjadi semacam “dongeng tak berliterasi.”

Mari kita maknai peristiwa Nanga Banda ini sebagai hal yang biasa dalam suatu dinamika sosial. Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah, tentu melahirkan kesadaran akan nilai etis dan ekonomis. Tergambar pula prospek dan ekspektasi masyarakat atas wilayah Nanga Banda belakangan ini.

Sejalan dengan hal itu, tentu akan berdampak juga pada munculnya relasi transisi sosial akibat dari kemajuan dan perkembangan suatu wilayah dan juga peradaban manusianya.

“Sejarah harus mencatat bahwa tragedi terbesar dari periode transisi sosial ini bukanlah teriakan keras orang-orang jahat, tetapikeheningan yang mengerikan dari orang-orang baik.” – Martin Luther King, Jr.

BACA JUGA:
Arnoldus Janssen: ‘Si Kepala Batu’ yang Jadi Santo
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More