Merdeka atau Masih/Tetap Terpasung? (Menakar Paradigma dan Perlakuan Terhadap Diffabel Mental)
Oleh Dionisius Ngeta, S. Fil, Koordinator di Yasbida – Panti Sta. Dymphna Wairklau – Maumere – Flores - NTT

Realitas seperti ini menggugah kita untuk menggugat praktek-praktek pelangaran hak-hak kaum difabel mental. Saiful Haq adalah salah seorang yang merasa tergugah dan selanjutnya menggugat ketidakadilan yang dialami kaum difabel. Sebagai aktivis HAM di Indonesian Associations of Familities of the Disappeared (IKOHI) Jakarta, ia menggugat ketidakadilan khususnya ketidakadilan dalam bidang politik di negara Indonesia terhadap orang-orang difabel. Peneliti untuk Cranfield University UK for Center of Security Sectro Management (CSSM) ini, mempertanyakan; benarkah penyandang difabel itu tidak normal? Benarkah kecacatan itu selalu berhubungan dengan ketidakmampuan? Atau mungkinkah diskursus penyandang difabel hanyalah konstruksi sosial yang direproduksi oleh ideologi, budaya, pengetahuan, maupun politik untuk kepentingan suatu golongan tertentu, yakni mereka yang merasa tidak cacat dan normal. Hematnya, labelisasi terhadap kaum difabel adalah usaha yang sengaja dilakukan demi suatu kepentingan politik tertentu.