Merdeka atau Masih/Tetap Terpasung? (Menakar Paradigma dan Perlakuan Terhadap Diffabel Mental)
Oleh Dionisius Ngeta, S. Fil, Koordinator di Yasbida – Panti Sta. Dymphna Wairklau – Maumere – Flores - NTT

Karena itu, kita menjadi “cacat” dalam memandang, menilai dan memperlakukan diffabel mental atau kaum disabilitas pada umumnya. Paradigma dan perilaku komunitas/masyarakat bahkan keluarga dan orangtua pun menjadi “cacat” alias tidak adil dan tidak proporsional. Tak jarang kita melihat mereka sebagai suatu kenyataan yang memalukan, sehingga disingkirkan, dibiarkan, tidak mendapat perawatan kesehatan, menjadi obyek olok-olokan dan tawaan, bahkan harkat dan martabatnya dilecehkan. Mereka sering distigmatisasi sebagai pembawa aib. Predikat yang disandang pun (orang gila) sudah mengindikasikan bahwa mereka adalah kelompok lain. Cukup banyak di antara mereka yang dipasung, dikurung dan tidak diperhatikan kesehatannya. Kaum diffabel pada umumnya sering tidak banyak diberi akses ke tempat-tempat publik, apalagi diberi kepercayaan dalam urusan/tugas-tugas publik. Seberapa banyak sarana prasarana dan fasilitas publik yang dibangun di NTT bisa diakses oleh semua orang, termasuk diffabel.