Pernyataan ‘Valentine bukan budaya kita’, dalam konteks tertentu, mungkin ada benarnya. Tetapi, jika kita masuk ke substansi dari ‘perayaan kasih sayang’ itu, rasanya perayaan semacam itu, mengandung nilai yang bersifat universal. Merayakan cinta merupakan ‘ekspresi’ dasariah yang bisa dibuat oleh semua manusia di muka bumi ini. Jika opini kita terima, maka sebetulnya ‘merayakan cinta’ itu, bisa menjadi ekspresi budaya kita juga.
Apa itu cinta? Kita mesti ‘memahami’ hakikat cinta sehingga kita mendapat alasan yang cukup untuk merayakannya setiap hari.C-i-n-t-a itu bukan sekadar onggokan aksara kaku nirmakna. Cinta tidak boleh dikandangkan dalam jeruji erotika dan sexus (birahi) semata. Cinta juga tidak hanya sekedar ‘fakultas mental’ berupa emosi yang merajai kepribadian seorang anak manusia.
Mari kita menukik lebih dalam lagi. Sebenarnya cinta adalah kasih. Kasih adalah representasi ‘kehadiran’ dari Dia Yang Tak Kelihatan. Karena itu, cinta merupakan penjelmaan total dari Dia Yang Merancang Semuanya. Tegasnya, cinta (meminjam bahasa teologi) adalah Tuhan. Di mana ada cinta, Tuhan hadir di sana. Atas dasar itu, kita patut bergembira sebab kita boleh menikmati ‘hembusan cinta’ sehingga kita bisa bertahan hidup dan meneruskan spesies kemanusiaan sedari awal hingga kekal.