Keempat, mental terabas, jalan pintas, easy going, budaya instan seperti yang sedang mewabah saat ini, merupakan musuh terbesar dari ‘semangat jalan salib’. Jalan salib menuntut spirit pengorbanan dan kesetiaan melewati setiap fase kehidupan di dunia ini. Kita tidak bisa melompat ke tahap atas, dengan mengabaikan tahap lain yang justru sangat menentukan dalam proses formasi identitas kita sebagai ‘manusia utuh’.
Kelima, karena ‘jalan salib’ itu bersifat manusiawi dan universal, maka kita bisa ‘menata dan mengkreasi tempat khusus’ untuk menggelar upacara peringatan ‘drama penderitaan hidup’ dengan bercermin pada ‘Kisah SengsaraTuhan Yesus Sendiri’.
Atas dasar itulah, apa yang dipraktekan oleh Komunitas SMK Stella Maris hari ini, merupakan tanggapan kreatif atas makna jalan salib yang bersifat universal tersebut. Bahwasannya, halaman sekolah pun sangat bisa ‘didesain’ menjadi lokus permenungan akan jalan penderitaan masing-masing insan. Jadi, sekali lagi, profisiat dan apresiasi kepada lembaga ini yang sudah memperlihatkan ‘contoh yang baik’ bagaimana semestinya kita merayakan Jalan Salib secara kontekstual. Berharap komunitas akademik yang lain di Mabar ini ‘boleh tergerak’ untuk menerapkan hal yang sama. Selamat ‘Berjalan’ pada Jalan salib kehidupan masing-masing!***