Saya pribadi dan tidak menutup kemungkinan pemirsa yang lain boleh mengakui bahwa ketika pembelajaran mulai berlangsung dari rumah, anak-anak kehilangan banyak, menyangkut: lingkungan yang sudah membuat mereka lebih akrab dengan yang lain, tempat bermain menjalin keakraban, teman-teman karib sebaya/sahabat seperjuangan dalam berkompetisi di kelas, dan suasana berekspresi di depan teman-termannya dan gurunya, serta kompleks sekolah yang menjadi tempat mereka mendapatkan inspirasi utama dalam belajar. Mereka betul-betul kehilangan teman belajar secara tatap muka langsung (siswa dan guru).
Semuanya itu boleh disebut sebagai daftar fakta yang kita yakini sangat memengaruhi keadaan psikologis peserta didik. Belajar di tengah situasi seperti sekarang ini, siswa seakan-akan dipaksa untuk berjuang menerima situasi yang tidak biasa ini – kalau bukan tidak normal – dan harus beradaptasi dengan lingkungan profan rumah dengan segala macam urusan yang tidak seharusnya mereka juga mengetahui dan terlibat. Selama siswa belajar dari rumah orang tua sudah seharusnya mulai memahami anak-anak dari segi pergaulan dan hidup sosial, yakni dari banyak teman ke dalam situasi ketiadaan teman. Dari lingkungan sekolah penuh keceriaan beralih ke dalam situasi sumpek dengan segala instruksi yang mengikat yang membatasi mereka dalam berekspresi.