
Menjadi Guru di Indonesia “Hidup Diantara Cinta dan Diskriminasi” Kebijakan Pemerintah (Sebagai Refleksi Hari Guru)
Oleh Yakobus Gunardi Waret, Staf Pengajar di SMAS St. Gregorius Reo
Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik ditingkat daerah sampai pusat sebagai lembaga legislatif memiliki fungsi utama legislasi, anggaran, dan pengawasan terhadap pemerintah. Dalam konteks diskriminasi guru swasta, DPR berperan sebagai wakil rakayat yang “Banyak Bicara, Minim Aksi Kongkrit” nyatanya sampai hari ini persoalan diskriminasi terhadap guru-guru swasta masih berlanjut.
Meskipun DPR aktif menggelar audiensi, RDPU, dan rapat kerja sejak 2023-2025, hasil nyata bagi guru swasta tetap minim. Selalu ada kata sabar dan tunggu yang di lontarkan oleh anggota dewan terhormat. Dilihat dari respon DPR terhadap persoalan ini saya menilai DPR ini bukan milik rakyat atau berpihak kepada rakyar tetapi DPR sekarang malah beralih fungsi untuk mendukung kebijakan pemerintah yang tidak pro dengan kehidupan rakyat.
Keterlibatan DPR dalam menyelesaikan persoalan ini juga menurut saya bukan melahirkan solusi, tetapi bagian dari masalah. Aktivitas legislasi dan pengawasan rutinitas procedural, tanpa tekanan politik nyata. Guru swasta tetap jadi korban janji manis tanpa hasil. Jika DPR serius menyelesaikan dengan serius persoalan diskriminasi ini, hak angket dan revisi UU ASN harus jalan sebelum 2026 jika tidak, peran mereka hanya panggung politik semata.
