Mempertimbangkan Pendelegasian Perempuan dalam Proses Adat Perkawinan di Sikka
(Catatan kecil di tengah budaya patriarki)
Bertitik tolak pada perjuangan Ratu Dona Maria, maka, kiranya juga bisa menjadi tonggak perjuangan perempuan Sikka masa kini. Jika demikian, MEMPERTIM- BANGKAN PENDELEGASIAN PEREMPUAN DALAM PROSES ADAT PERKAWINAN DI SIKKA, mengapa tidak ? Untuk hal yang baru dan baik, harus ada yang berani memulainya dan “mendobrak” kebiasaan yang keliru, meski mesti berhadapan dengan penolakan yang dirasa mapan dan kelumrahan yang kaku.***
*(Penulis adalah warga Lela diaspora. Berdomisili di Ende).
Saatnya kaum perempuan diberi ruang utk kula babong di meja adat dlm urusan perkawinan. Zaman sdh berubah kesetaraan dan keadilan gender tdk hy wacana tapi hrs diwujudkan. Menjadi presiden, menteri, DPR/DPRD, kadis, camat dan kades jg bisa, apalagi hy jubir di meja adat yg hy melibatkan dua keluarga.
Kalau gagasan ini datang dr kaum laki-laki untuk kemajuan kaum perempuan, luar biasa. Tempora mutamur et nos mutantur in ilis.