Mempertimbangkan Pendelegasian Perempuan dalam Proses Adat Perkawinan di Sikka

(Catatan kecil di tengah budaya patriarki)

Penulis meyakini, pertimbangan pendelegasian perempuan dalam proses adat perkawinan di Sikka, tidak serta merta mencerabut sistem Patriarki yang berlaku di Sikka. Untuk hal – hal seperti ini, penulis melihat sistem patriarki lebih kepada ranah substansial, yaitu sistem perkawinannya. Sedangkan untuk hal pendelegasian, bukan hal substansial patriarki. Karena, prinsip pendelegasian adalah bentuk keterwakilan pesan dari yang mendelegasikan melalui dialog dan diplomasi. Lalu, pertanyaannya : apakah kemampuan dialog dan diplomasi, hanya dipunyai kaum pria sehingga pendelegasian pun menjadi hak mutlak kaum pria ? Sampai pada titik ini, pendelegasian bagi kaum perempuan dalam proses adat perkawinan di Sikka, menjadi sangat perlu. Ada semacam sebuah penghargaan, bahwa dalam sistem patriarki yang berlaku, kaum perempuan pun dipertimbangkan untuk pendelegasian. Prinsipnya, kesederajatan kaum pria dan kaum perempuan dalam lingkup sosio budaya yang sama menjadi prinsip yang mesti dipegang bersama.

BACA JUGA:
KKB Papua dan Tegaknya HAM yang Berkeadilan (Catatan Ketua MPR RI)  
Berita Terkait
1 Komen
  1. Julianus Selsius berkata

    Saatnya kaum perempuan diberi ruang utk kula babong di meja adat dlm urusan perkawinan. Zaman sdh berubah kesetaraan dan keadilan gender tdk hy wacana tapi hrs diwujudkan. Menjadi presiden, menteri, DPR/DPRD, kadis, camat dan kades jg bisa, apalagi hy jubir di meja adat yg hy melibatkan dua keluarga.
    Kalau gagasan ini datang dr kaum laki-laki untuk kemajuan kaum perempuan, luar biasa. Tempora mutamur et nos mutantur in ilis.

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More