
Memperjuangkan Kesetaraan Gender: “Mengkritisi Budaya Patriarki”
Oleh Maria Heni Susanti, Mahasiswi Semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
MASALAH diskriminasi menjadi topik yang sering dibicarakan hingga sekarang ini. Misalnya persoalan mengenai minimnya kesempatan perempuan dalam mengambil kebijakan. Perempuan sering dikategorikan dalam kelas kedua. Mereka hanya sebagai penjaga rumah, merawat anak dan melayani kebutuhan laki-laki. Segala bentuk konsep ini muncul dari sejarah yang panjang mengenai relasi laki-laki dan perempuan. Secara kodrat, laki-laki dan perempuan memiliki kodrat yang sama. Akan tetapi, sejarah dalam relasi sosial memberikan batasan antara karakter laki-laki dengan perempuan.
Selain itu, akar dari diskriminasi terhadap perempuan ini bersumber dari budaya patriarki. Budaya ini menetapkan laki-laki sebagai pusat kekuasaan dan otoritas, sedangkan perempuan dianggap sebagai pelengkap.
Pola pikir ini diwariskan secara turun-temurun hingga menjadi sesuatu yang normal. Misalnya, anggapan bahwa pekerjaan rumah tangga hanyalah tanggung jawab perempuan, atau perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena akhirnya hanya akan menjadi ibu rumah tangga. Cara pandang seperti ini sungguh tidak adil.