Ketiga, Cobalah tenang dan hindari emosi berlebihan. Hadapi masalah dengan tenang, karena cinta bisa menjadi modal utamanya. Klise mengatasnamakan cinta untuk mencari solusi berpasangan. Namun, cara ini lebih baik dibandingkan menyerang pasangan dengan teriakan atau bersifat defensif muncul ketika anda atau pasangan saling meremehkan karena ketidakmampuannya melakukan apa yang anda atau dia sukai. Melihat masalah dari diri sendiri dan bukan menyalahkan pasangan juga akan menyelamatkan hubungan perkawinan Katolik. Sikap menyalahkan pasangan dengan lebih sering mengatakan pernyataan” kamu “ daripada “ Saya” akan membuat merasa diserang.
Keempat, Membuat kesepakatan dalam perkawinan . Keputusan untuk menikah sudah dipikirkan secara matang; begitu pun dengan pilihan pasangan untuk hidup berumah tangga. Jadi, konflik pernikahan tidak akan menjadi krisis besar, tanpa akhir jika anda dan pasangan hidup kembali kepada komitmen perkawinan suci yang sudah diucapkan dihadapan Tuhan dan sesama dan disaksikan oleh umat Allah ketika mengucapkan janji perkawinan. Telah sepakat menyatakan untuk” setia sehidup semati dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, dan dalam susah dan senang sampai akhir hayat. Pernikahan yang sebenarnya sudah menjadi komitmen besar dan strategis untuk membangun kehidupan rumah tangga dengan sehat dan harmonis. Namun, jika memang diperlukan, buatlah perjanjian bersama secara internal bersama tentang bagaimana Anda dan pasangan hidup untuk menjalani perkawinan.