
Membangun Iman atau Memecah Tubuh Kristus? (Menalar Apologetika Digital)
Oleh F. Erikson (Peminat masalah pendidikan)
Sering kali, perdebatan menjadi arena ego dan gengsi, hanya dialog untuk mencari kebenaran bersama tetapi bukan kebenaran iman. Yang berani bicara lantang belum tentu tidak ada ketakutan bahwa akan ada pematahan argument.
IV.Jalan Tengah: Apologetika yang Membangun
Apologetika digital bukan untuk ditiadakan, melainkan untuk dinalarkan secara sehat. Harus ada perubahan cara: dari menyerang menjadi memahami; dari membuktikan salah menjadi menjelaskan kebenaran.
Peka terhadap argumentun ad intellectum non argumentun ad hominem. Teologi perlu diangkat dari dasar, bukan sekadar kutipan. Sumber-sumber primer seperti Kitab Suci, Katekismus, dan dokumen resmi gereja harus diutamakan.
Dan yang terpenting, apologetika harus menjadi wujud kasih terhadap sesama, bukan alat memperkuat identitas dengan merendahkan orang lain.
Penutup
Perdebatan apologetik di dunia maya bisa menjadi berkat atau batu sandungan (baca: Scandalon). Arti Scandalon Menurut Rudolf Bultmann. Scandalon (Yunani: σκάνδαλον) dalam konteks Perjanjian Baru merujuk pada sesuatu yang menjadi “batu sandungan”, yakni hal yang membuat orang tersandung secara rohani karena bertentangan dengan harapan atau logika manusia.