
Membangun Iman atau Memecah Tubuh Kristus? (Menalar Apologetika Digital)
Oleh F. Erikson (Peminat masalah pendidikan)
Kekuatan untuk mengutuk (baca: anatemasit) sudah tidak ada lagi. Lantaran benturan dogma terjadi pada level kelembagaan yang berbeda. Seenaknya saja masing-masing pihak membuat klaim kebenaran dan pembenaran. Toh, tidak ada instansi sebagai “anjing penjaga”.
II. Sisi Positif: Apologetika sebagai Edukasi
Ada banyak manfaat dari munculnya apologetika digital.
Pertama, umat kini bisa mengakses argumen teologis dari rumah mereka sendiri.
Kedua, munculnya minat untuk membaca Kitab Suci, dokumen gereja, dan karya para Bapa Gereja.
Ketiga, perdebatan yang sehat dapat memperkaya pemahaman, selama dilakukan dengan itikad baik. Kardinal Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI) menalarkan bahwa “Apologetika adalah pelayanan kebenaran yang berusaha menunjukkan bahwa iman Kristen tidak bertentangan dengan akal budi, melainkan masuk akal dan dapat dipahami secara rasional.”
Apologetika membela iman melalui akal dan dialog, bukan sekadar argumen dogmatis. Namun Argumen dogmatis yang ada rekam jejaknya, jadi tidak berarti meniadakan historisitas. Frank J. Sheed (apologet Katolik abad ke-20).